Tema:
- tauhid
- bijaksana
Umar bin Khattab termasuk sahabat Rasulullah SAW yang dijamin masuk surga. Ia dikenal sebagai pemimpin yang adil dan sangat memperhatikan rakyatnya.
Banyak riwayat yang menceritakan kisah Umar bin Khattab selama masih hidup. Salah satunya kisah terkenal saat Umar bertemu seorang ibu yang memasak batu untuk anak-anaknya lantaran tak memiliki makanan apapun.
Kisah Umar dan seorang ibu pemasak batu dituliskan dalam salah satu buku berjudul Kisah dan Hikmah oleh Dhurorudin Mashad. Dikisahkan pada suatu malam, menjelang dini hari, Khalifah Umar melakukan kebiasaan rutinnya, berjalan bersama pengawalnya untuk melihat kondisi rakyatnya.
Sampailah Umar di sebuah dusun kecil terpencil, sayup-sayup telinga Umar menangkap suara tangis anak kecil. Tak lama kemudian, tangisan berhenti, namun sebentar terdengar lagi. Tangis anak kecil ini terdengar memilukan hati.
Umar kemudian mencari sumber suara tangis yang mengarah pada sebuah rumah gubuk sederhana yang terbuat dari kulit kayu. Di dalamnya tampak seorang ibu tengah duduk di depan sebuah tungku seolah sedang memasak.
Sesekali ibu ini sibuk mengaduk panci, sesekali pula ia membujuk anaknya untuk tidur.
"Diamlah wahai anakku. Tidurlah kamu sesaat, sambil menunggu bubur segera masak," ujar sang ibu.
Anak ini dapat tidur sesaat mendengar perkataan ibunya, namun tak lama ia terbangun dan kembali menangis. Kejadian ini berulang kali sampai akhirnya membuat Umar penasaran dengan apa yang dikerjakan sang ibu.
Perlahan Umar mendekat, lantas tangannya mengetuk pelan di daun pintu sambil mengucapkan salam. Umar tak ingin identitasnya diketahui, ia bertamu dalam keadaan menyamar.
Umar lantas bersegera melontarkan pertanyaan tentang apa yang sedang dimasak si ibu, dan apa penyebab si putra tak henti-hentinya menangis pula.
Dengan sedih, si ibu menceritakan keadaannya. Ia mengatakan bahwa anaknya menangis karena kelaparan sementara ia tak punya makanan apapun di rumahnya. Ibu ini juga mengatakan bahwa yang sedang dimasak adalah sebongkah batu untuk menghibur sang anak seolah-olah ibunya sedang membuat makanan.
Ibu ini juga sempat mengumpat kekesalannya pada sang pemimpin masa itu. "Celakalah Amirul Mu'minin Umar ibnu Khattab yang membiarkan rakyatnya kelaparan."
Mendengar kekesalan dari ibu ini, Umar lantas pergi dan menangis memohon ampun pada Allah SWT. Ia merasa menjadi pemimpin yang teledor hingga tak tahu ada rakyatnya yang kesusahan.
Umar Membawa Karung Berisi Gandum
Tanpa pikir panjang, Umar segera pulang dan mengambil sekarung gandum. Ia membawa sendiri karung gandum di punggungnya dan menuju ke rumah ibu yang memasak batu.
Pengawal Umar yang melihat pemimpinnya tergopoh-gopoh membawa karung gandum menawarkan diri untuk membantu. Namun Umar menolaknya.
"Wahai Amirul Mu'minin, biar aku sajalah yang mengangkut karung ini," ujar pengawal.
"Apakah kalian mau menggantikanku menerima murka Allah akibat membiarkan rakyatku kelaparan? Biar aku sendiri yang memikulnya, karena ini lebih ringan bagiku dibanding siksaan Allah di akhirat nanti," jawab Umar yang terus membawa karung gandum.
Setelah sampai di rumah ibu ini, Umar langsung memasakkan sebagian gandum ini untuk dijadikan makanan. Setelah matang, ibu dan anak ini dipersilahkan makan sampai kenyang.
Umar lantas pamit setelah ibu dan anak ini makan dengan cukup. Ia kemudian berpesan agar esok harinya anak dan ibu datang ke Baitul Mal menemui Umar untuk mendapatkan jatah makan dari negara.
Ibu ini lantas mengucapkan terima kasih, "Engkau lebih baik dibanding Khalifah Umar," demikian ucapnya.
Perasaan bahagia sekaligus duka menyelimuti dada Umar.
Keesokan harinya, datanglah ibu itu ke Baitul Mal, untuk meminta jatah tunjangan pangan bagi diri dan anaknya. Umar menyambut dengan senyum bahagia. Ketika ibu itu menyadari bahwa orang yang membantunya di malam buta adalah Umar sang Amirul Mu'minin, si ibu langsung kaget.
Umar justru menyambut ibu ini sambil mendekat dan menyampaikan permohonan maaf. Sebagai pemimpin, Umar tidak sungkan meminta maaf pada rakyatnya yang luput dari perhatiannya.
Hikmah cerita
- Pemimpin yang baik dan takut kepada Allah akan memikirkan yang dipimpinnya dengan penuh keseriusan. Sedangkan pemimpin yang tidak takut pada Allah akan menyengsarakan raktyatnya. Maka sejatinya pemimpin yang sholeh itu adalah anugrah yang besar.
- Kebijaksanaan Umar bin Khatab dengan meminta maaf daripada marah atas kelakuan sang Ibu adalah tauladan yang baik tentang bagaimana seorang manusia harus bersikap ksatria dalam setiap keadaan.
Cerita Terkait
Kisah Khalid bin Walid dan Umar bin Khatab
23 Apr 2024
“Kalau tidak punya kesalahan kenapa saya dipecat? Apa saya tak mampu menjadi panglima?” tanya Khalid kembali.
Kisah Pertengkaran 2 Pria Zuhud
17 Feb 2024
Raja Kisra yang terkenal adil suatu kali harus menyelesaikan kasus “aneh” dua pria yang sedang bersengketa. Dikatakan aneh karena keduanya berselisih bukan karena sedang berebut kekayaan, melainkan sebaliknya: berebut saling menolak kekayaan.
Mengukir persahabatan dengan batu dan pasir
01 Jan 2024
Alkisah dua sahabat yang sedang berjalan melintasi padang pasir. Selama perjalanan, mereka bertengkar tentang sesuatu, dan salah satu sahabat memukul yang lain. Orang yang dipukul merasa terluka oleh tindakan sahabat terbaiknya itu tetapi tidak bereaksi
Petani dan Sumur
29 Des 2023
Seorang petani membutuhkan sumber air untuk lahan pertaniannya, maka ia membeli sebuah sumur dari tetangganya. Namun, tetangga itu licik. Keesokan harinya, ketika petani itu datang untuk mengambil air dari sumurnya, tetangganya menolak mengizinkannya mengambil air.
Kisah petani yang bijak
29 Des 2023
Suatu hari, kuda kesayangan sang petani melarikan diri, sehingga para tetangga yang prihatin berkumpul dan menyatakan simpati mereka, sambil berkata, "Sayang sekali." Namun, petani itu dengan tenang menjawab, “Mungkin.”
Burung hantu yang bijaksana
27 Des 2023
Seiring berjalannya waktu, dia berbicara lebih sedikit namun mendengar lebih banyak. Burung hantu tua itu mendengar orang-orang berbicara dan bercerita.